Sebelum membaca kisah ini aku sarankan para pembaca menyimak sedikit
kisah dari ceritaku yang telah aku tulis sebelumnya yaitu "Sex Perdanaku
1 & 2" sehingga dapat mengerti isi kisah ini.
Waktu itu aku
telah duduk di bangku SMP kelas dua dan berusia 14 tahun lebih. Aku
memang telah menjadi seorang anak lelaki yang sangat tergila-gila dengan
segala bentuk kegiatan yang ada hubungannya dengan sex bahkan aku bisa
membuat sesuatu mengarah ke sekitar masalah sex.
Misalnya aku
melihat suatu benda pasti aku langsung memikirkan bahwa seandainya benda
itu dibuat begini atau begitu pasti bisa mengasyikan. Semenjak aku
telah merasakan dan mengetahui bahwa perbuatan sex itu memang asyik dan
nikmat aku terus memburu dan mencarinya.
Sebelum Ana dan Tari
pindah dari lorongku aku sering melakukan pada mereka berdua. Dimana
saja dan kapan saja yang penting aku mendapatkan waktu cocok pasti aku
melakukannya, baik itu bersama Tari ataupun bersama Ana. (baca: "Sex
Perdanaku 1 dan 2"). Tetapi mereka telah pindah bersama keluarganya
masing-masing setamat dari Sekolah Dasar tetapi lokasi pindah mereka
masih disekitar kotaku juga. Jaraknya kira-kira 15 kilometer dari tempat
tinggalku.
Terpaksa aku harus mengatasi gejolak sexku dengan
caraku sendiri, kadang aku masturbasi alias onani sambil menghayalkan
kenikmatan yang aku dapatkan dari Ana dan Tari walaupun cara itu kurang
nikmat aku rasakan dibanding bermain langsung dengan mereka ataupun
orang lain. Ibarat orang bermain tinju kalau tidak ada lawannya kurang
enak rasanya. Tetapi lama kelamaan aku bisa menikmatinya dengan penuh.
Hingga
suatu saat aku mendapat kesempatan dimana kedua orang tuaku dan Kakak
sepupuku bahkan tanteku kujadikan media untuk masturbasiku dan inilah
yang aku akan tuturkan pada kisahku kali ini.
*****
Kejadian
itu berawal pada suatu malam ketika aku terbangun karena merasakan
ingin buang air kecil. Akupun bangun untuk kekamar mandi. Karena sudah
terbangun aku jadi sulit untuk memejamkan mataku kembali yang memang
sudah menjadi kebiasaanku apalagi jam di dinding kamarku waktu itu telah
menunjukkan pukul 01.57 dini hari.
Sambil terus berusaha
memejamkan mata agar dapat tidur kembali pikiranku mulai menerawang
kemana-mana sambil memandang langit-langit kamar.Tetapi usaha itu kurang
berhasil ditambah lagi pikiranku sudah mulai menghayalkan
perbuatan-perbuatan sex yang pernah aku dapatkan dari Ana ataupun Tari.
"Sst.. ah.. ahh..", aku mulai berdesis sambil mengelus-elus penisku yang mulai ereksi.
Tetapi
perbuatanku itu aku lakukan secara perlahan karena takut kedua adikku
terbangun yang memang sekamar denganku. Kamarku itu memang kami tempati
bertiga, aku berada seranjang dengan adikku yang nomor tiga namanya Sony
tetapi dia berada dibawahku karena kami berdua mengenakan ranjang
bertingkat dua sedangkan satu ranjang lagi berada kira-kira satu meter
disamping ranjang kami yang ditempati oleh adikku yang nomor dua bernama
Rony, Umur mereka juga hanya beda-beda setahun dari umurku. Sambil
terus berkhayal aku terus mengelus kepala penisku yang sudah mulai licin
oleh air bening yang keluar dari senjataku itu.
"Ouh.. ah.. ah..", desisku pelan.
Namun terdengar seperti ada desahan lain selain desahanku sendiri yang kadang-kadang desahan itu tiba-tiba menghilang.
"Oh.. ya.. yes..", terdengar desahan-desahan itu secara samar-samar.
Akupun
memasang telingaku untuk memastikan bahwa suara itu bukan suaraku,
akupun diam sejenak dan ternyata benar kini aku tidak bersuara tetapi
desahan itu tetap terdengar. Lalu aku bangun dan duduk untuk mencari
dari mana asal suara itu. Sambil memasang kembali telingaku dengan
sangat cermat. Kupandang setiap sudut ruangan kamarku dan pandanganku
berhenti dipintu plafon kamarku dan sepertinya suara itu berasal dari
situ.
Di kamarku memang ada semacam pintu untuk naik dan turun
bila kita ingin naik ke atas plafon. Tempat tidurku memang berada dekat
sekali dari pintu plafon itu karena ranjangku berada ditingkat yang
kedua. Maka dengan mudah sekali aku membuka pintu plafon itu namun tetap
dengan sangat perlahan karena takut menimbulkan suara yang dapat
membangunkan kedua adikku.
"Yeah.. oh.. oh.. fuck me.. yes..",
suara itu semakin terdengar jelas ketika aku membuka pintu plafon dan
suara itu sepertinya suara yang keluar dari sebuah TV.
Dugaanku
langsung mengatakan bahwa suara itu berasal dari kamar Papa dan Mamaku
sebab hanya di kamar itu yang mempunyai televisi selain televisi yang
ada diruang tengah rumahku. Karena didorong rasa ingin tahu apa yang
sedang ditonton oleh kedua orang tuaku, akhirnya aku nekad naik keatas
plafon itu. Walaupun sebenarnya aku sudah tahu bahwa mereka sedang
memutar Film Blue atau BF, itu bisa aku pastikan dengan suara-suara
desahan yang keluar dari televisi didalam kamar mereka.
Ketika
aku sudah berada diatas aku belum bisa langsung menuju ke atas plafon
kamar Papa dan Mamaku sebab mataku harus beradaptasi dari terang ke
gelap. Setelah aku sudah dapat melihat akupun merangkak menuju kearah
kamar kedua orang tuaku dengan sangat hati-hati sekali agar tidak
menimbulkan suara sedikitpun apalagi suara yang bisa membangunkan seisi
rumah.
"Fuck me.. oh.. yes.. yes..", suara dari televisi itu
semakin terdengar jelas, rupanya aku telah berada di atas kamar kedua
orang tuaku.
"Jangan sekarang dong Mam.. habiskan dulu filmnya",
terdengar suara Papaku dengan sedikit berbisik, namun karena aku memang
kini berada tepat diatas kamar mereka maka walaupun Mamaku berbisik aku
bisa mendengarnya dengan jelas bahkan suara napas mereka yang memburu
kadang terdengar di telingaku dari atas plafon itu.
"Sst.. oh..,
ayolah Pap..", kini suara Mamaku yang terdengar olehku dengan nada manja
dan setengah merengek seperti memohon sesuatu dari Papaku.
"Sudah banjir ya Mam.., rasanya jari Papa basah semua nih..", seru Papaku.
"He.. eh.. oh.. sst..", hanya itu yang terdengar dari mulut Mamaku menjawab pertanyaan Papaku tadi.
Birahiku
mulai bangkit menghayal dan membayangkan apa yang dimaksud dari
pembicaraan Papa dan Mamaku ditambah lagi desahan-deshan kecil yang
keluar dari mulut Mamaku bercampur dengan desahan-desahan yang keluar
dari film yang mereka tonton. Kontolku sudah tegang tidak bisa ditahan
lagi oleh celana karet yang aku pakai sehingga celana itu membentuk
bukit kecil oleh desakan kontolku dari dalam.
Karena merasa
kurang puas dengan mengahayalkan saja, aku nekad membuat celah kecil
diatas plafon itu agar bisa melihat ke dalam kamar Papa dan Mamaku.
Dengan berbagai upaya dan sangat hati-hati sekali akhirnya aku berhasil,
sayang sekali celah itu hanya terfokus pada satu arah saja. Kebetulan
yang terlihat hanya layar televisi dan ujung tempat tidur Papa dan
Mamaku sehingga kedua ujung kaki mereka dapat kulihat juga mulai dari
betis kebawah.
Akupun ikut melihat adegan-adegan dari film itu
melalui celah yang kubuat sambil sekali-sekali melihat juga kaki Papa
dan Mamaku yang saling tumpang tindih. Napasku semakin tidak beraturan
ikut menyaksikan adegan-adegan di layar televisi itu ditambah lagi
desahan-desahan dari dalam kamar itu, baik itu yang berasal dari mulut
kedua orang tuaku maupun dari pemeran film yang sedang kami tonton.
Kontolku
semakin tegang, akhirnya tanganku satu megeluarkan kontolku dari dalam
celana, sementara yang satunya tetap menjaga celah itu tetap terbuka
agar aku tetap bisa melihat kejadian dibawah sana. Kuelus-elus kontolku
itu dengan perlahan merasakan kenikmatannya sambil terus menyaksikan dan
mendengarkan adegan-adegan dari dalam kamar Papa dan Mamaku itu.
"Sst..
ohh.. ah..", desisku pelan sambil memejamkan mataku membayangkan
seandainya aku juga sedang berada didalam kamar itu menyaksikan Papa dan
Mamaku sedang bersetubuh.
"Ouh.. ah.., sedot Pap.., ya.. begitu, sst..", tiba-tiba suara Mamaku terdengar dengan nada menggairahkan sekali.
Akupun
segera coba melihat apa yang mereka lakukan namun hanya setengah dari
punggung Papaku saja yang dapat aku lihat dengan posisi setengah
membungkuk.Dengan sedikit berfantasi aku sudah dapat menerka Papaku
sedang menghisap payudara Mamaku.
"Oh.. ahh.., lidahmu putar
disitu Pap, ya.. oh.. terus.. ah.. enaknya", terdengar lagi desahan
nikmat dari mulut Mamaku sambil aku terus berfantasi gerakan apa yang
mereka lakukan karena aku tidak bisa melihat mereka berdua secara
langsung dan utuh.
Kocokan pada penisku yang tadi pelan kini
bertambah cepat mendengarkan desahan-desahan itu. Kini aku sudah tidak
perduli lagi dengan lubang kecil itu untuk dapat melihat kebawah sana
karena yang berperan sekarang adalah fantasiku dan desahan-desahan
Mamaku yang semakin sering terdengar mengalahkan suara dari televisi
dikamar mereka bahkan perkiraanku mereka sudah tidak nonton lagi tetapi
sudah sibuk untuk mempraktekkan juga apa yang mereka nonton.
Tak
lama kemudian suara televisi terdengar seperti dipelankan, segera aku
buka sedikit celah didepanku untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi
di bawah. Ternyata Mamaku yang hanya bercelana dalam sedang mengecilkan
suara televisi itu. Kerongkonganku langsung kering ketika kulihat tubuh
Mamaku yang putih dengan payudara membusung indah serta putingnya yang
mekar akibat permainan mulut Papaku.Tanganku seketika itu berhenti
mengocok kontolku namun aku justru meremas kuat batang kontolku sambil
menelan ludahku beberapa kali untuk membasahi kerongkonganku yang kering
itu.
Setelah mengecilkan suara televisi aku melihat Mamaku
kembali naik keatas ranjangnya namun berhenti di antara kedua kaki
Papaku. Kini hanya punggung Mamaku yang dapat aku lihat dengan posisi
setengah membungkuk dan payudaranya sedikit menggantung dan berayun-ayun
kecil bila terlihat dari samping.
"Ah.. oh.. uh..", tiba-tiba Papaku mendesis nikmat.
"Enak ya Pap?", suara Mamaku dengan nada bertanya kepada Papaku.
"Enak.. oh.. Mam", jawab Papaku.
"Ya.. oh.. sedot Mam, oh.. begitu..ah.."
Akupun
melepaskan kembali pegangan untuk membuka celah itu dan tidak
memperdulikannya.Karena kini aku kembali pada fantasiku untuk
membayangkan posisi yang dilakukan oleh Papa dan Mamaku sambil tanganku
megelus lembut kontolku dari kepala sampai pangkalnya yang sudah licin
oleh air kenikmatanku yang berwarna bening.
"Berhenti Mam, bisa-bisa aku keluar sekarang", terdengar kembali suara Papaku.
"Masukkin sekarang ya Pap..?", kini suara Mamaku yang terdengar.
Karena
ingin tahu lagi apa yang mereka akan lakukan akupun membuka celah itu
kembali dengan tanganku yang satu sementara tanganku yang satunya tetap
megelus pelan kontolku yang sudah licin. Akupun melihat ujung kaki
Papaku sudah berada ditengah-tengah kaki Mamaku yang terbuka lebar.
"Agh.. oh.. sstt.., enak Mam", terdengar suara Papaku.
"Enak
Pap, oh.. goyang Pap, ah..", kini suara Mamaku yang terdengar, begitu
terus suara mereka saling bersahut sahutan sambil terus bekerja keras
mendapatkan puncak kenikmatan.
Aku yang mendengar desahan-desahan
mereka berdua semakin mengaktifkan tanganku yang tadinya hanya
mengelus-elus kontolku kini mengocoknya dengan penuh perasaan sambil
terus berfantasi tentang gerakan-gerakan yang dilakukan oleh Papa dan
Mamaku.
"Punyamu licin sekali Mam, oh.. oh..", terdengar suara Papaku dengan sangat bergairah.
"Putar dong Pap, ayo.. oh.. ah..", terdengar suara Mamaku.
"Angkat
sedikit dong Mam, sst.. aku mau putar nich.. oh..", terus terdengar
suara mereka saling memberikan semangat untuk mencapai kemenangan.
Merasakan aktivitas sex mereka semakin meningkat seiring itu pula kontolku kukocok dengan penuh gairah.
"Ah.. ah.. oh", akupun mendesis pelan menikmati permainan soloku.
"Auh..
ya..", aku terus mendesis membangkitkan sendiri gairahku agar air
sperma yang terasa sudah terkumpul di batang kemaluanku dapat aku
keluarkan.
"Ya.. tekan Pap, Mama sudah terasa nih.. oh.. ahh",
seiring dengan erangan keras yang keluar dari mulut Mamaku akupun
mencapai puncak kenikmatanku.
"Crot.. crot.. crot..", air kenikmatanku melompat-lompat keluar sampai lima kali dan berhamburan di atas plafon itu.
"Ah..
oh.. nikmat.. Mam..", tanpa kusadari aku mengeluarkan kata-kata itu
karena memang dari tadi aku juga sedang berfantasi ikut bermain dengan
Mamaku.
Sambil duduk untuk memulihkan kembali stamina yang sudah
terkuras setelah mendapatkan kenikmatanku sendiri aku terus mendengarkan
suara dari dalam kamar Papa dan Mamaku. Dan tak lama kemudian aku
mendengarkan suara Papaku yang mengerang-ngerang.
"Oh.. ya.. sedikit lagi Mam"
"Aduhh..
ah.. ya.. ya.. ya.. ohh..", terdengar suara Papaku bercampur dengan
nafasnya yang naik turun seperti orang habis mengangkat beban berat.
Setelah
beberapa waktu tidak terdengar suara apa-apa, pintu kamar mandi Papa
dan Mamaku terdengar dibuka yang disusul kemudian suara gemericik air,
akupun bergerak dengan sedikit rasa kelelahan untuk kembali turun dari
atas plafon itu ketempat tidurku. Mungkin karena sudah letih setelah
bermain solo diatas plafon tadi akupun langsung tertidur ketika kepalaku
bersandar dibantal tempat tidurku dengan perasaan kepuasaan yang
teramat sangat.
Keesokan harinya sepulang dari sekolah, aku yang
sengaja tidak keluar bermain memanfaatkan situasi sepi siang itu. Sony
dan Rony sedang bermain di rumah tetangga sementara kedua orang tuaku
belum pulang dari bekerja dikantornya. Akupun naik kembali keatas plafon
untuk melaksanakan rancangan yang aku buat tadi di sekolah yaitu
membuat celah yang bisa melihat keseluruh sudut ruangan didalam kamar
Papa dan Mamaku sehingga apabila Papa dan Mamaku sedang bermesraan aku
dapat menyaksikan adegan-adegan mereka dengan bebas dan aman.
Setelah
bekerja kurang lebih setengah jam diatas plafon itu akhirnya aku
berhasil membuat rancanganku itu. Kini seluruh sudut didalam kamar itu
dapat aku pantau dari atas plafon itu dan aku merencanakan menguji coba
celah itu sebentar malam.
Setelah aku merasa telah siap dan aman
semuanya aku beranjak hendak turun dari plafon itu takut keburu
saudara-saudaraku pulang dari bermain dan orang tuaku yang juga sebentar
lagi pulang dari kantor mereka masing-masing.
"Na.. na.. na..",
terdengar suara seorang wanita sedang bernyanyi kecil ketika posisiku
telah berada didekat pintu plafon kamarku.
Aku langsung mencari
asal suara itu. Tak lama kemudian suara guyuran air seperti orang sedang
mandi ikut terdengar diantara suara kecil wanita yang sedang menyanyi
itu. Aku mulai berpikir-pikir dan akhirnya aku temukan jawabannya bahwa
suara itu adalah suara kakak sepupuku yang bernama Erna.
Rumah
kami memang bersebelahan hanya dibatasi oleh sebuah tembok pemisah
sepanjang badan rumah kami.Namun kamar mandinya persis menempel di badan
belakang rumahku sehingga ujung atap rumahku terpotong sedikit agar
bisa bersambung dengan atap kamar mandi mereka.
Rasa takut yang tadi ada kini dibunuh oleh perasaan penasaran yang timbul ingin menyaksikan kakak sepupuku itu sedang mandi.
Tanpa
membuang waktu aku segera merangkak mendekati kamar mandi itu. Dan kini
aku telah sampai diatas kamar mandi itu yang kebetulan sekali situasi
disitu sangat menunjang dan aman untuk menyaksikan tubuh indah dan mulus
milik kakak sepupuku itu. Tidak seperti di atas kamar orang tuaku harus
dirancang khusus.
Kini pandanganku sedang menatap dengan penuh
gairah kearah tubuh Kak Erna yang sedang memakaikan sabun keseluruh
tubuhnya. Fantasiku mulai ikut berperan saat itu, seandainya aku yang
menyabuni tubuh mulus milik kakak sepupuku itu oh.. betapa nikmatnya.
Tangan indahnya kini sedang mengusap-usap lembut kedua payudaranya yang
sebesar bola kaki dan sekali-sekali memutar kecil kedua puting susunya
yang sedang mekar karena terkena guyuran air yang dingin.
"Oh.. ah.. ah..", aku mulai mendesah merasakan gairahku mulai bangkit.
Penisku
juga aku rasakan mulai meronta-ronta di dalam celanaku. Setelah selesai
mengusap-usap kedua payudaranya kini tanganya turun mengusap-usap
sekitar tempat yang paling diingini oleh semua lelaki. Dengan lembut
tangannya meggosok-gosok bulu yang berada disekitar vaginanya itu.
"Ah.. oh.. sst..", aku terus mendesis sambil mengocok penisku yang kini telah aku keluarkan dari dalam celanaku.
Semakin
lama kocokanku semakin kencang, terasa air kenikmatanku mulai saling
mendesak ingin melepaskan diri dari dalam batang kemaluanku. Pandanganku
juga terus mengarah ke tubuh Kak Erna sambil terus berfantasi, kini aku
melihat Kak Erna jongkok dan tangannya mengusap masuk kedalam lubang
vaginanya.
"Ya.. oh.. sedikit lagi Kak Er.. ya.. oh..", sambil
berfantasi Kak Erna sedang bersetubuh bersamaku dengan gaya ia berada
diatas atau joki style.
"Ah.. oh.. ya.. ya.. ayo..", seruku sambil kocokkan pada kontolku semakin cepat.
Air
spermaku rasanya sudah berada diujung lubang penisku seiring dengan
perasaan panas dingin yang mulai aku rasakan pada tubuhku.
"Crot.. crot.. crot..", berhamburanlah air kenikmatanku melompat keluar dari lubang kontolku dan berhamburan di atas plafon itu.
"Ah..
oh.. enak Kak Er, sst.. ahh", seruku sambil melambatkan kocokkan pada
kontolku yang semakin lemah ereksinya setelah aku mendapatkan
kenikmatanku.
Aku lihat ke bawah Kak Erna sudah memakai handuk
dan hendak keluar dari kamar mandi itu. Akupun bergegas turun dari atas
plafon itu, untung saja kedua adikku belum pulang dari bermain sehingga
aku dapat turun dengan aman. Setelah aku berada diatas tempat tidurku
aku mulai berpikir ternyata ada orang lain yang bisa menjadi media
masturbasiku selain Papa dan Mamaku.
Sejak itu aku semakin rutin
naik keatas plafon untuk melampiaskan birahiku terlebih malam hari untuk
menyaksikan Papa dan Mamaku menjadi tontonan pornoku secara langsung.
Bahkan tanteku yang sedang mandi juga pernah kujadikan media
masturbasiku.
*****
Memang saat itu aku telah menjadi anak
laki-laki yang sangat gila dengan masalah seputar sex. Kisahku ini
belum berhenti sampai disini karena masih banyak kisahku yang lain.
Kisah yang ini umurku baru empat belas tahun seperti yang aku ceritakan
diatas. Dan saat ini umurku telah mencapai tiga puluh tahun berarti
masih banyak yang akan kuceritakan. Aku ingin mengucapkan banyak terima
kasih untuk 17Tahun karena walaupun umurku telah tiga puluhan aku masih
dapat tetap merasa berumur seperti ABG berusia 17 tahun. Mungkin ada
yang mau tukar pendapat atau berdiskusi seputar sex bisa menghubungi aku
di emailku.

Senin, 15 Januari 2018